Jember Terbina. Kerusuhan berlatar belakang keyakinan (agama), terjadi di sejumlah daerah di Indonesia yang dimulai dari penyerbuan ke kelompok Ahmadiyah di Desa Umbulan, Kecamatan Cikuesik, Kabupaten Pandeglang, hingga pembakaran gereja di Temanggung, dan penyerangan terhadap ponpes Al Ma’hadul Islam di Pasuruan, telah memaksa setiap pemerintah daerah, untuk lebih antisipatif. Langkah ini perlu dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik social yang akan mengganggu ketenteraman masyarakat dan merusak kondusifitas daerah.
Kabupaten Jember, sebagai daerah dengan masyarakat yang sangat relegius, diharapkan tidak terimbas rusuh social yang melanda sejumlah daerah ini. Karena itu kepada seluruh elemen masyarakat, diminta untuk tidak bertindak dan main hakim sendiri ketika ada persoalan, utamanya yang menyangkut keyakinan (agama).
Demikian Pj Bupati, dalam acara rapat koordinasi bersama Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) dengan tokoh masyarakat dan agama serta instansi terkait. Dalam rakor bersama unsur pimpinan daerah, Kapolres, Dandim serta dinas terkait dan tokoh agama, yang berlangsung di lobby bupati itu, Pj Bupati Jember, Drs Teddy Zarkasi, M.Si, menjelaskan, bahwa pertemuan bersama Forpimda dan dinas terkait serta tokoh lintas agama ini, dalam rangka mewujudkan Jember yang kondusif. “Pertemuan kali ini akan ditindaklanjuti dengan pertemuan berikutnya. Semua yang hadir sepakat mengedapankan musyawarah dan dialog dalam setiap ada masalah. Alhamdulillah Jember sampai saat ini kondisinya aman,” ujar Pj Bupati Zarkasi.
Namun begitu, Zarkasi mengingatkan, meski secara umum kondusifitas Kabupaten Jember cukup baik, namun masyarakat tetap diminta untuk meningkatkan kewaspadaan. Mengingat potensi kemungkinan terjadinya konflik, diyakini ada meski kecil, karena itu menjaga kerukunan umat sebagai sebuah keharusan yang mesti dilakukan. “Tapi bagaimana menjaga kerukunan umat beragama,” ajaknya.
Ajakan untuk menjaga kerukunan umat ini, utamanya ditujukan kepada tokoh masyarakat dan agama. Kedua tokoh tersebut diimbau untuk bisa menenteramkan masyarakatnya masing-masing.
Senada dengan itu, Pendeta Pinuja, dari Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), sekaligus wakil dari Musyawarah Antar Gereja-Gereja, meminta semua pihak terutama tokoh agama dan masyarakat, untuk menciptakan keamanan dengan mensosialisasikan kepada masyaerakat umum. Ajakan seperti ini, kata dia, perlu juga dilakukan oleh aparat keamanam. “Seluruh tokoh agama sebaiknya bekerja keras mensosialisasikan kepada masyarakatnya masing-masing,” katanya.
KH Abdullah Syamsul Arifin (Gus Aab/Lora Abduh), yang hadir dalam acara itu menilai, peristiwa di Temanggung hingga merusak sejumlah gereja mestinya tidak perlu terjadi kalau terjadi kalau saja aparat keamanan lebih tanggap. Terjadinya konflik sosial yang mengarah pada SARA di Temanggung tersebut menunjukkan kurang sigapnya aparat dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik.
Sedang mengenai diserbunya kelompok Ahmadiyah oleh massa, Gus Aab mengimbau, agar kelompok ini mau menyadari akan kesalahannya, bahwa apa yang diyakini selama ini sebenarnya sangat bertentangan dengan Islam. Karena itu kepada kelompok ini diminta untuk segera bertaubat dan menyadari kekhilafannya.
Menurut Gus Aab, pelarangan terhadap kelompok Ahmadiyah yang mengaku bagian dari Islam itu, sudah tidak bisa ditawar lagi. Mengingat keberadaan kelompok ini jelas-jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam, yang menyatakan Rasulullah Muhammad SAW, adalah nabi terakhir dan tidak akan ada nabi lagi setelahnya.
Sementara dalam pandangan Ahmadiyah, meski mengakui Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasulullah, namun ajaran kelompok ini menganggap Mirza Ghulam Ahmad, yang melahirkan ajaran Ahmadiyah, sebagai nabi terakhir. “Mereka menganggap masih ada nabi lagi selain Nabi Muhammad,” ujarnya.
Ajaran Ahmadiyah yang menyatakan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, ditambah dengan keyakinan, bahwa tokoh asal Pakistan itu menerima wahyu yang kemudian melahirkan kitab Tadzkirah (kitab kaum Ahmadiyah) inilah yang kemudian menyulut amarah umat Islam untuk melakukan pembubaran. Lahirnya ajaran Ahmadiyah yang mengatakan Nabi Muhammad bukan nabi terakhir itu, menurut Gus Aab, jelas tidak bisa diterima dan sangat bertentangan dengan Islam.
Karena di dalam Islam dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW, adalah nabi akhirul zaman, dan tidak akan ada nabi setelahnya. Karena itu, kepada pengikut Ahmadiyah, diminta untuk agar segera bertaubat dengan taubat yang sebenar-benarnya (Nasuha,red) dan kembali ke ajaran Islam yang sesungguhnya. “Islam itu agama terakhir yang lengkap dan tidak ada lagi agama lain setelah Islam,” tandasnya.
Oleh karena itu, kepada para pengikut Ahmadiyah, sebaiknya segera menyadari kesalahannya dan bertaubat. Namun kalau tidak bisa meninggalkan ajaran itu, karena sudah terlanjur yakin, maka klaim sebagai bagian dari Islam, sebagaimana dilakukan para penganutnya, hendaknya tidak lagi dilakukan, sebab ajaran Ahmadiyah jelas bertentangan dengan Islam. “Mereka khan menggunakan nama Islam Ahmadiyah. Padahal jelas-jelas ajarannya bertentangan dengan Islam,” tegasnya.
Kepala Bakesbangpol Linmas, Drs H Edy B Susilo, M.Si, menambahkan, bahwa konflik social yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, mengharuskan semua pihak untuk bersama-sama menjaga kondusifitas daerah masing-masing. Langkah antisipasi ini bisa dilakukan dengan cara menekan setiap konflik, meski berskala kecil.
Dikatakan Edy, bahwa pertemuan bersama sejumlah tokoh yang berlangsung di lobby bupati tersebut, bertujuan untuk menekan terjadinya konflik agar tidak mengarah anarkhis. Sebagaimana yang sudah dilakukan di Kecamatan Silo, bersama petugas keamanan, mulai dari jajaran Pol PP hingga Polres Jember yang dibantu Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), telah dilakukan pengamanan terhadap kelompok tertentu yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam.
Kelompok keagamaan yang beranggotakan 20 orang dan berbasis di Desa Sumberjati, Kecamatan Silo tersebut, berhasil diamankan oleh aparat keamanan. “Kelompok ajaran sesat ini beranggotakan 20 orang di bawah pimpinan Bukhari, dan Syafii sebagai sekretarisnya. Kelompok mereka-reka sendiri ajarannya dan menyimpang dari ketentuan Islam,” paparnya.
Untuk diketahui, pertemuan Pj Bupati dengan unsur Forpimda Jember, bersama tokoh agama dan masyarakat serta instansi terkait ini dilakukan, mengingat di beberapa daerah di Indonesia, sejak beberapa waktu belakangan telah terjadi kerusuhan yang mengarah pada isu sara. Seperti yang terjadi di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, kelompok Ahmadiyah, diserbu sejumlah massa karena kebaradaan dan ajarannya dinilai menyimpang dari Islam.
Akibat dari aksi penyerangan yang diperkirakan diikuti 1500 massa pada hari Minggu (6/2) sekitar pukul 10.00 itu, tiga anggota jemaah Ahmadiyah tewas dan sejumlah korban lainnya luka serius. Belum reda rusuh yang terjadi di Pandeglang, hari Selasa (8/2/2012) muncul kerusuhan lain di Temanggung.
Aksi anarkis dengan melakukan penyerangan ini mengakibatkan 2 gereja dibakar, satu sekolah, dan satu kantor polisi dirusak itu berawal dari persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Antonius Richmond Bawengan di Pengadilan Negeri Temanggung, di Jalan Jenderal Sudirman, Selasa (8/2/2011). Massa merasa tidak puas atas tuntutan jaksa yang hanya menuntut terdakwa dengan 5 tahun penjara.
Mereka menghendaki Antonius Richmond Bawengan yang dengan sengaja menyebarkan selebaran berjudul Ya Tuhanku, Aku Tertipu ke masyarakat itu dihukum mati. Amarah umat Islam ini dipicu oleh isi selebaran menistakan ajaran Agama Islam dan Nabi Muhammad.(mc_humas/jbr-Indra)